Senin, 06 Maret 2017

FIDUSIA ITU APA ? ? ?

"FIDUSIA adalah Pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya yang diadakan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda itu, juga lazim dikenal dengan eigendom overdract (FEO), yaitu penyerahan hak milik berdasarkan atas kepercayaan.Istilah Fidusia berasal dari bahasa Belanda, yaitu FIDUCE, sedangkan dalam Bahasa Inggris disebut fiduciary transfer of ownership, yang artinya kepercayaan.


Dalam UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia :
“Pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya yang diadakan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda itu”.

Unsur-unsur Jaminan Fidusia adalah sebagai berikut :
  1. Adanya Hak Jaminan;
  2. Adanya Objek, yaitu benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan.
  3. Benda menjadi objek jaminan tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia; dan
  4. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur
Maksud ditetapkan Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia adalah :
  1. Menampung kebutuhan masyarakat mengenai pengaturan jaminan fidusia sebagai salah satu sarana untuk membantu kegiatan usaha dan untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan;
  2. Memberikan kemudahan bagi para pihak yang menggunakannya, khususnya bagi pemberi fidusia.


LANTAS MENGAPA BANYAK BEBERAPA OKNUM YANG SENGAJA MENGAMBIL KEUNTUNGAN DARI JAMINAN FIDUSIA INI... ( NANTI BAHAS LAGI YA )





APAKAH KUASA WARIS DAPAT DIBATALKAN

Pada dasarnya sebuah kuasa diberikan oleh pemberi kuasa pada penerima kuasa adalah untuk melaksanakan hal-hal yang diatur dalam pemberian kuasaBerdasarkan pertanyaan yang disampaikan akan terdapat perbuatan yang dikuasakan antara lain:

1.    Menjual,

2.    Menerima hasil penjualan, serta 

3.    Tindakan hukum lainnya.

  Bahwasanya tentang pemberian kuasa diatur dalam ketentuan Pasal 1792  (KUHPerdata) yang mendefinisika 
pemberian kuasa sebagai berikut:
“Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.”


Maka terkait dengan pengertian perbuatan “menerima hasil penjualan” sebagaimana disebutkan dalam kuasa yang dibuat, tidak kemudian dapat diasumsikan oleh si penerima kuasa termasuk dalam perbuatan “memiliki atau menguasai hasil penjualan (baik seluruh maupun sebagian) untuk dapat dipergunakan guna kepentingan penerima kuasa sendiri, sebab perbuatan “menerima” tidak dapat diartikan sama dengan “memiliki”Terlebih sepanjang dalam kuasa yang telah diberikan tidak mencakup tentang penguasaan dan pemilikan hasil penjualan oleh si penerima kuasa.


Selain itu perlu untuk diketahui bahwa selaku penerima kuasa hendaknya juga memahami kewajiban selaku penerima kuasa, khususnya sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1802 KUHPerdata yang selengkapnya berbunyi demikian:
“Si kuasa diwajibkan memberikan laporan tentang apa yang diperbuatnya dan memberikan perhitungan kepada si pemberi kuasa tentang segala apa yang diterimanya berdasarkan kuasanya, sekalipun apa yang diterimanya itu tidak seharusnya dibayar kepada si pemberi kuasa.”

Maka sebuah Kuasa Waris dinyatakan cacat apabila telah menyalahi aturan maupun point-point yang terlampir dari Surat Kuasa tersebut. 


Lalu bagaimana jika Kuasa Waris atas Tanah warisan telah berpindah dikarenakan ada nya APJB sedang pihak pemberi kuasa waris tidak menerima hak atasnya ? ? ?


 Hal ini sebagaimana telah diatur dalam ketetentuan Pasal 29 UUHT yang selengkapnya berbunyi demikian:
“Dengan berlakunya Undang-Undang ini, ketentuan mengenai Credietverband sebagaimana tersebut dalam Staatsblad 1908-542 jo. Staatsblad 1909-586 dan Staatsblad 1909-584 sebagai yang telah diubah dengan Staatsblad 1937-190 jo. Staatsblad 1937-191 dan ketentuan mengenai Hypotheek sebagaimana tersebut dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang mengenai pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi.”
Oleh karenanya, selama belum dilakukannya proses balik nama atas sertipikat atas tanah yang dimaksud, maka secara hukum belum terjadi perpindahan hak, dan mengenai proses balik nama hanya dapat dilakukan oleh Kantor Pertanahan dimana tanah tersebut berada.

Kesimpulannya, terkait perpindahan suatu hak atas tanah dapat dilihat pada sertipikat yang dimaksud, sebab pada sertipikat tertera nama pemilik. Selama belum dilakukan penggantian nama pemilik maka si A masih merupakan pemilik dari tanah tersebut meskipun telah ada APJB antara si B dengan si C. Sebagai informasi tambahan berikut aturan hukum terkait sertipikat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 32 ayat (1)

  Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.” 

Terkait dengan proses jual beli, berikut terdapat beberapa yurisprudensi yang mengatur seputar proses jual beli, diantaranya:

1.  Yurisprudensi Nomor:10K/Sip/1983 tanggal 7 Mei 1984 yang kaidah hukumnya berbunyi demikian:
“Penguasaan saja terhadap tanah sengketa tanpa bukti adanya alas hak (rechts titel) dari pada penguasaan itu, belumlah membuktikan bahwa yang bersangkutan adalah pemilik tanah tersebut.”

2. Yurisprudensi nomor:516/Pdt/1995 tanggal 27 Juni 1997 yang salah satu kaidah hukumnya berbunyi demikian:
“Jual beli yang tidak diikuti dengan levering, maka berdasarkan pasal 1459 BW hak milik atas tanah tersebut belum berpindah kepada si pembeli, jadi masih tetap berada pada pemilik lama.”

3.Yurisprudensi Nomor:86K/Sip/1972 tanggal 30 Oktober 1976 yang kaidah hukumnya berbunyi demikian:
“Dengan adanya uang panjar saja, belumlah ada jual beli mengenai rumah tersengketa.”


PEMBATALAN ATAS KUASA WARIS  yang dapat ditempuh guna mendapatkan kembali pemulihan hak PEMBERI KUASA yang merupakan pemilik atas tanah yang dimaksud maka dapat mengajukan gugatan perdata terhadap PENERIMA KUASA melalui Pengadilan Negeri setempat. Setidak-tidaknya substansi gugatan yang dimaksud melingkupi pokok perkara sebagai berikut:  ( sebagai Contoh A : Pemberi Kuasa, B : Penerima Kuasa & C : Pihak Pembeli ).
 
1.    Penarikan kuasa dari si A kepada si B sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1813 KUHPerdata,

2.    Oleh karena adanya penarikan kuasa dari si A kepada si B dengan memuat alasan penarikannya, maka dapat dimohonkan pembatalan terhadap APJB yang dibuat oleh si B dengan si C,

3.    Bahwa dengan dibatalkannya APJB, si C menderita kerugian berupa sejumlah uang pembelian yang telah dibayarkan kepada si B, maka si A selaku Penggugat dapat memohon penjatuhan penghukuman terhadap si B dalam perbuatan “membayarkan kembali kepada si C berupa seluruh uang pembelian yang telah diterima si B beserta segala bentuk kerugian yang diderita si C akibat pembatalan APJB tersebut”, hal ini dimohonkan dengan berdasar pada ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata.





(  DicDick )